Minggu, 04 Desember 2011

undang-undang guru

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
GURU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya
                        mencerdaskan, membudayakan, memodernisasikan, dan
                        memadanikan kehidupan bangsa serta meningkatkan kualitas
                        manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-
                        Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
                    b. bahwa guru mempunyai peran dan kedudukan yang sangat
                        strategis dalam pembangunan bangsa sebagaimana dimaksud pada
                        butir a dan karenanya perlu dikembangkan sebagai profesi yang
                        bermartabat;
                    c. bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada butir
                        a dan menempatkan guru pada peran dan kedudukan sebagaimana
                        dimaksud pada butir b, maka mutu guru menjadi sangat penting,
                        dan hal itu sangat terkait dengan pengaturan hal-hal yang
                        menyangkut guru, meliputi kualifikasi akademik, kompetensi
                        sebagai agen pembelajaran, kewajiban, hak, kesejahteraan,
                        pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian, pendidikan
                        profesi, sertifikasi, registrasi, pengembangan mutu, penghargaan,
                        perlindungan, organisasi profesi, kode etik profesi, dan hal-hal lain
                        yang relevan dengan guru sebagai profesi;
                    d. bahwa karena strategisnya peran dan kedudukan guru
                        sebagaimana dimaksud pada butir b, maka dipandang perlu
                        mengatur guru sebagai profesi;
                    e. bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu ditetapkan
                        Undang-undang tentang Guru.
Mengingat: 1. Alinea 3 dan 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
                     Republik Indonesia Tahun 1945;
                 2. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 31 Undang-Undang Dasar
                     Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
                 3. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1)
                      dan ayat (2), dan pasal 31;
                 4. Undang-undang No. 8 tahun 1974, jo. Undang-undang No.43
                     tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian;
                 5. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
                 6. Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
                 7. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
                     Nasional;
                  8. Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
                  9. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
                10. Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
                      Pusat dan Daerah;
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU

BAB I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.Guru adalah tenaga profesional yang mempunyai dedikasi dan loyalitas tinggi dengan tugas utama menjadi agen pembelajaran yang memotivasi, menfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini formal;
2.Guru dan tenaga kependidikan diangkat dan diberhentikan oleh penyelenggara satuan pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau perjanjian kerja.
3.Badan Hukum Pendidikan yang selanjutnya disebut BHP adalah badan hukum yang didirikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
4.Guru tetap adalah guru yang dipekerjakan secara permanen oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan;
5.Guru Tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah guru tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.Guru Tetap Non-PNS adalah guru tetap yang diangkat oleh BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja;
7.Guru Tidak Tetap adalah guru yang diangkat secara sementara oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja;
8.Perjanjian kerja adalah perjanjian tertulis antara:
 
i.guru tidak tetap dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah,
ii.guru tetap non-PNS dengan BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan;
iii.guru tidak tetap non-PNS dengan BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan;
 
9.Kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian hubungan kerja antara suatu badan hukum penyelenggara pendidikan dan suatu badan hukum organisasi guru yang bekerja di badan hukum penyelenggara pendidikan tersebut, atau antara badan hukum asosiasi penyelenggara pendidikan dan badan hukum organisasi profesi guru;
10.Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban guru atau pihak yang mempekerjakannya atas dasar peraturan perundangan yang berlaku atau atas dasar perjanjian kerja;
11.Gaji adalah imbalan atas pekerjaan sebagai guru yang diterima oleh guru dalam bentuk uang secara berkala;
12.Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dan tenaga kependidikan sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesiannya yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik yang profesional di atas kebutuhan hidup minimum yang terdiri atas gaji, tunjangan khusus, dan penghasilan lain dalam bentuk uang atau bentuk lain yang setara.
13.Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan dan sertifikat keprofesian guru yang harus dimiliki oleh seorang guru, sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal yang diampunya;
14.Kompetensi guru dan tenaga kependidikan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas profesionalnya;
15.Sertifikasi adalah upaya pendidikan dan pelatihan baik prajabatan (pre-service) maupun dalam jabatan (in-service) dan dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan yang terakreditasi kepada guru dan tenaga kependidikan sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan profesi pendidikan setelah lulus uji kompetensi;
16.Organisasi profesi adalah organisasi berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme, memperjuangkan perlindungan hukum, dan menghimpun serta menyalurkan aspirasi guru;
17.Dewan Kehormatan Profesi Guru adalah organ yang dibentuk oleh badan hukum organisasi profesi guru untuk mengawasi perilaku guru dan merekomendasikan sanksi terhadap guru yang dinilai melanggar kode etik profesi guru yang ditetapkan oleh badan hukum organisasi profesi guru tersebut;
18.Pendidikan keprofesian berkelanjutan adalah berbagai aktifitas keprofesian yang harus dijalani oleh guru untuk memelihara dan meningkatkan kompetensinya sebagai agen pembelajaran yang diatur oleh badan hukum organisasi profesi guru;
19.Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan nasional; dan
20.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
BAB II.
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Kedudukan
(1) Profesi Guru dan tenaga kependidikan mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional baik pada jalur pendidikan formal maupun pendidikan non formal;
(2) Pengakuan profesi guru dan tenaga kependidikan sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat kompetensi;
(3) Guru dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dan tinggi;
(4) Guru dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, berstatus sebagai pegawai pemerintah pusat dengan jabatan fungsional atau jabatan struktural di bidang pendidikan;
(5) Guru pada satuan pendidikan yang diangkat oleh pemerintah daerah, BHP atau badan hukum pendidikan lainnya dapat berstatus sebagai guru tetap atau guru tidak tetap dengan jabatan fungsional.
Pasal 3
Fungsi
Profesi Guru dan tenaga kependidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik yang cerdas, beradab, dan bermartabat.
Pasal 4
Tujuan
Profesi guru dan tenaga kependidikan bertujuan untuk terlaksananya sistem pendidikan nasional pada umumnya dan terwujudnya tujuan pendidikan nasional pada khususnya, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB III.
PRINSIP PEMBERDAYAAN PROFESI GURU DAN TENAGA KEPENDIDKAN
Pasal 5
(1) Profesi guru dan tenaga kependidikan merupakan profesi yang mempunyai kekhususan dalam menentukan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan memerlukan keahlian, kearifan dan ketauladanan melalui waktu yang panjang;
(2) Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan nilai profesionalisme;
(3) Profesionalisme Guru yang profesional dan tenaga kependidikan harus memenuhi syarat-syarat yakni:
a.Latar belakang pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang profesinya;
b.Memperoleh kehormatan dan penghargaan dari masyarakat atas jasa pengabdian pada bidang profesinya;
c.Terdapat organisasi profesi yang memperoleh pengakuan secara nasional maupun internasional;
d.Berkembangnya pelaksanaan tugas profesi berdasarkan kode etik profesi;
e.Adanya kepastian terhadap penghasilan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru yang profesional di atas kebutuhan hidup minimum (KHM), termasuk kesejahteraan, jaminan sosial dan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
BAB IV.
KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU
Pasal 6
Profesi guru dan tenaga kependidikan merupakan profesi tertutup yang wajib memiliki keahlian, keterampilan dan pengalaman khusus serta ditempatkan sesuai keahliannya dalam melaksanakan proses pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan, penelitian dan pengabdian serta melakukan tindak lanjut dan pengembangan hasil pembelajaran dan penelitian pendidikan;
Pasal 7
(1) Guru sebagai tenaga profesional di bidang pembelajaran wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan tinggi Program Sarjana atau Program Diploma IV (empat) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial sesuai Standar Nasional Pendidikan, yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru setelah Program Sarjana atau Program Diploma IV (empat) sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pasal 8
(1) Setiap individu yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada pasal 2 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi guru.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi guru, setiap individu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mengikuti proses seleksi yang memilih calon guru terbaik diantara calon-calon guru yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada pasal 7.
(3) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
BAB V.
KEWAJIBAN DAN HAK GURU
Pasal 9
Dalam melaksanakan profesinya, guru berkewajiban:
a.merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan;
b.mempertahankan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya sebagai guru, dan satuan pendidikan yang bersangkutan wajib menfasilitasinya;
c.mengikuti tes uji kompetensi dan memperbaharui sertifikasi kewenangan mengajar secara berkala untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.memenuhi ketentuan pendidikan profesional berkelanjutan yang dipersyaratkan oleh badan hukum organisasi profesi guru;
e.bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosio-ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
f.menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku, kode etik profesi guru, dan nilai-nilai etika;
g.memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa dalam proses pembelajaran; dan
h.memelihara dan membina hubungan baik antarsesama guru, antara guru dengan peserta didik, antara guru dengan orang tua atau wali peserta didik, serta antara guru dengan masyarakat.
Pasal 10
Kondisi fisik tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 butir d diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pasal 11
Warga Negara Asing yang diangkat dan/atau ditugaskan sebagai guru pada satuan pendidikan Indonesia wajib mematuhi kode etik profesi guru yang berlaku di Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Pasal 12
Menteri, menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan keagamaan, atau penyelenggara satuan pendidikan dapat mengatur penugasan khusus bagi guru di luar tugasnya sebagai agen pembelajaran.
Pasal 13
(1) Guru tetap mempunyai hak profesional dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.
(2) Hak profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.memperoleh penghasilan yang layak dalam melaksanakan tugas keprofesiannya;
b.memperoleh tunjangan profesi di luar penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir a;
c.memperoleh maslahat sampingan;
d.memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik;
e.memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian, penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik dalam batas rambu-rambu yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan, kode etik profesi guru, peraturan perundangan yang berlaku, dan nilai-nilai etika;
f.memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru;
g.memiliki akses dan dapat memanfaatkan fasilitas pembelajaran;
h.memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi guru;
i.memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya sebagai guru; dan
j.memperoleh cuti sabatikal selama-lamanya 6 bulan dengan tetap memperoleh gaji setelah bekerja secara berkelanjutan sekurang-kurangnya selama 6 tahun, dan dapat diulang setiap 6 tahun.
Pasal 14
(1) Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir a meliputi gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang kelebihan jam mengajar, uang lembur, tunjangan khusus, dan/atau penghasilan lainnya yang terkait dengan tugasnya sebagai guru, yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir b diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
(3) Maslahat sampingan sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir c meliputi antara lain hak mendapat cuti, libur, asuransi kesehatan, jaminan pensiun, tunjangan kemahalan biaya hidup, asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi pendidikan anak bagi guru yang meninggal atau cacat permanen karena menjalankan tugas keprofesiannya.
(4) Maslahat sampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
(5) Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir d diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
(6) Cuti sabatikal sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir j diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pasal 15
(1) Guru tetap non-PNS memperoleh penghasilan sekurang-kurangnya sama dengan penghasilan guru tetap PNS.
(2) Satuan pendidikan Internasional wajib menjamin bahwa guru tetap berkewarganegaraan Indonesia yang bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan Internasional memperoleh hak dan perlindungan sekurang-kurangnya sama dengan yang diatur dalam Undang-undang ini.
BAB VI.
PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 16
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah keagamaan negeri, dan pendidikan anak usia dini keagamaan formal negeri, sesuai Standar Nasional Pendidikan.
(2) Pemerintah Provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah negeri dan pendidikan khusus negeri sesuai Standar Nasional Pendidikan di wilayah kewenangannya masing-masing.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar negeri dan pendidikan anak usia dini formal negeri sesuai Standar Nasional Pendidikan di wilayah kewenangannya masing-masing.
(4) Guru tetap yang diangkat menjadi guru untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3) memperoleh status kepegawaian sebagai guru tetap PNS.
(5) Badan hukum penyelenggara pendidikan dasar, menengah, atau anak usia dini swasta wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan formal sesuai Standar Nasional Pendidikan.
(6) Guru tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (5) dipekerjakan secara penuh waktu atau paruh waktu sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
(7) Pengaturan mengenai bekerja penuh waktu atau paruh waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif dan transparan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pengangkatan dan penempatan guru tetap pada satuan pendidikan negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru tetap pada satuan pendidikan milik swasta diatur oleh badan hukum penyelenggara satuan pendidikan swasta melalui perjanjian kerja yang disusun atas dasar Kesepakatan Kerja Bersama.
Pasal 18
(1) Pengangkatan dan penempatan guru agama pada satuan pendidikan harus sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik;
(2) Guru agama pada satuan pendidikan harus mengajarkan pendidikan agama kepada peserta didik yang seagama.
Pasal 19
(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengalihkan status kepegawaian guru tetap sebagaimana dimaksud pada pasal 16 ayat (1) sampai dengan (4) dan Pasal 17 ayat (2) kepada BHP.
(2) Pengalihan status kepegawaian guru tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan hibah dana kepada BHP yang besarnya sekurang-kurangnya cukup untuk memberikan penghasilan guru sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (1).
Pasal 20
(1) Guru tetap PNS dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/kota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan, karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru tetap PNS dapat mengusulkan pindah tugas antar provinsi, antar kabupaten/kota, antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan.
(3) Pemindahan guru tetap pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat diatur oleh badan hukum penyelenggara satuan pendidikan sepanjang tidak bertentangan dengan Perjanjian Kerja, Kesepakatan Kerja Bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dua guru tetap yang berstatus sebagai suami istri berhak ditempatkan pada wilayah yang sama, tetapi tidak boleh dalam satuan pendidikan yang sama.
Pasal 21
(1) Setiap warga negara diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjadi guru tetap PNS menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya sekurang-kurangnya selama 8 tahun.
(2) Guru tetap PNS yang telah bertugas selama 8 tahun atau lebih di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya berhak pindah tugas ke daerah tidak terpencil.
(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang mengangkat guru tetap PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyediakan guru pengganti, sehingga keberlanjutan proses pembelajaran di satuan pendidikan yang bersangkutan tidak terganggu.
(4) Untuk menghitung angka kredit bagi kenaikan pangkat guru tetap PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya:
a.karya tulis tentang pengalamannya bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya dapat disetarakan dengan karya tulis pengembangan profesi;
b.angka kredit proses belajar mengajar dihargai 2 (dua) kali dari angka kredit proses belajar mengajar yang berlaku bagi guru tetap PNS yang bertugas tidak di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya;
c.angka kredit pengabdian kepada masyarakat dihargai 2 (dua) kali dari angka kredit pengabdian kepada masyarakat yang berlaku bagi guru tetap PNS yang bertugas tidak di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya.
(5) Guru tetap PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya berhak atas tunjangan bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya.
(6) Guru tetap PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya berhak untuk pulang ke kampung halamannya setahun sekali dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
(7) Guru tetap non PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya berhak untuk pulang ke kampung halamannya setahun sekali dengan biaya ditanggung oleh badan hukum penyelenggara pendidikan yang menugaskannya di daerah tersebut.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang guru tetap yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Guru tetap harus diberhentikan karena alasan memasuki masa pensiun, meninggal dunia, atau melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 5 tahun.
(2) Guru tetap dapat diberhentikan karena alasan melanggar kode etik profesi guru, atau alasan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberhentian guru tetap PNS mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Guru tetap non-PNS dapat diberhentikan oleh penyelenggara satuan pendidikan karena alasan melanggar Perjanjian Kerja yang mengacu pada Kesepakatan Kerja Bersama.
(5) Pemberhentian guru tetap nonPNS diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah tangga badan hukum penyelenggara satuan pendidikan swasta.
Pasal 23
(1) Keputusan tentang pemutusan hubungan kerja antara guru tetap dengan pihak yang mengangkatnya sebagai guru tetap karena alasan sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (2) dan (4) dilakukan oleh:
a.Pemerintah jika guru yang bersangkutan diangkat menjadi guru tetap PNS oleh Pemerintah;
b.Pemerintah Daerah jika guru yang bersangkutan diangkat menjadi guru tetap PNS oleh Pemerintah Daerah;
c.Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan jika guru yang bersangkutan diangkat menjadi guru tetap nonPNS oleh badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;
d.Badan hukum organisasi profesi jika guru yang bersangkutan menjadi anggota organisasi profesi yang bersangkutan;
(2) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
(3) Guru tetap yang diberhentikan diberikan hak-haknya sesuai perjanjian kerja dan/atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Guru tetap nonPNS yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, mendapat kompensasi finansial sekurang-kurangnya tiga kali jumlah penghasilan terakhirnya sebagai guru tetap.
(5) Guru tetap yang diberhentikan dapat mengajukan banding atas pemutusan hubungan kerjanya kepada dewan kehormatan badan hukum organisasi profesi guru jika ia menjadi anggota dari organisasi profesi yang bersangkutan.
Pasal 24
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan dapat memberhentikan guru tetap tidak atas permintaan sendiri karena alasan yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Pemberhentian guru tetap tidak atas permintaan sendiri yang tidak didasarkan ketentuan perundangan yang berlaku dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari badan hukum organisasi profesi guru jika guru yang bersangkutan menjadi anggota dari organisasi profesi yang bersangkutan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi guru tetap yang diberhentikan karena ketentuan Pasal 22 ayat (1).
BAB VII.
PENDIDIKAN PROFESI GURU, REGISTRASI GURU SEBAGAI PROFESI, DAN PENGEMBANGAN MUTU GURU
Pasal 25
(1) Pendidikan profesi guru mengikuti Peraturan Pemerintah yang mengatur pendidikan profesi.
(2) Persyaratan kelulusan untuk pendidikan profesi ditetapkan oleh perguruan tinggi setelah memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi dan mendapat persetujuan dari Menteri.
(3) Calon guru yang memenuhi persyaratan kelulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh Sertifikat Kompetensi Guru dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Calon guru yang sudah memperoleh Sertifikat Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan memiliki ijazah program Sarjana atau ijazah program Diploma IV berhak mendapatkan Sertifikat Profesi Guru yang bernomor register unik dari Departemen.
(5) Menteri dapat membatalkan Sertifikat Profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila guru yang bersangkutan gagal memenuhi ketentuan pendidikan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 butir c.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sertifikat Profesi Guru, registrasi guru sebagai profesi, dan pengembangan mutu guru diatur dalam Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Jabatan guru tetap terdiri dari 4 (empat) tingkatan:
a.Guru Pertama
b.Guru Muda
c.Guru Madya
d.Guru Utama
(2) Jabatan guru tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diraih guru melalui akumulasi angka kredit prestasi.
(3) Angka kredit prestasi diraih guru melalui kegiatan pendidikan, proses pembelajaran, pengembangan kemampuan profesional, dan pengabdian kepada masyarakat.
(4) Angka kredit prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diraih guru untuk memenuhi ketentuan pendidikan keprofesian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 butir c diperhitungkan dalam perhitungan akumulasi angka kredit prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Besarnya tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) butir b dihubungkan dengan tingkatan jabatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII.
WAJIB KERJA DAN IKATAN DINAS
Pasal 27
(1) Untuk mengatasi kondisi darurat, Pemerintah dapat menetapkan wajib kerja sebagai guru kepada warga negara Republik Indonesia yang memenuhi kualifikasi akademik substantif dan kompetensi substantif sebagai agen pembelajaran di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Republik Indonesia sebagai guru dalam kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(3) Guna memenuhi kebutuhan tenaga guru di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya pemerintah dapat mendidik calon guru dengan pola ikatan dinas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon guru dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB IX.
PENGHARGAAN
Pasal 28
(1) Sebagai penghargaan atas prestasi, jasa dan pengabdian guru kepada bangsa dan negara, tanggal 25 Nopember ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada guru teladan yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya pada setiap Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada guru yang dinilai berprestasi dan berdedikasi luar biasa pada setiap Hari Pendidikan Nasional atau Hari Guru Nasional.
(4) Pemerintah memberikan penghargaan kepada guru yang berhasil menulis buku teks pelajaran yang dinilai paling bermutu.
(5) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas memperoleh penghargaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah dan/atau penyelenggara satuan pendidikan.
(6) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), dan (5), dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, piagam, uang, atau bentuk penghargaan lainnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan kepada guru diatur dalam Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB X.
PERLINDUNGAN
Pasal 29
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum penyelenggara satuan pendidikan, dan/atau badan hukum organisasi profesi guru wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau teror dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, birokrasi dan pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perlindungan terhadap resiko penempatan dan penugasan yang tidak sesuai dengan latar belakang profesi dan nuraninya, pemutusan hubungan kerja atas dasar alasan yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, pemberian imbalan kerja yang tidak wajar, pembatasan kreatifitas guru yang dilaksanakan dalam kerangka kebebasan akademik, dan resiko lainnya yang menghambat guru untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
(5) Perlindungan keselamatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran sewaktu kerja, bencana alam, dan/atau sebab lain.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru yang tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud pada pasal 29 dapat mengajukan keberatan tertulis kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dewan Kehormatan organisasi profesi guru, dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan kehormatan organisasi profesi guru, dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan wajib menanggapi dan mengambil keputusan secara obyektif atas keberatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari terhitung sejak diterimanya keberatan tersebut.
Pasal 31
(1) Guru yang diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara satuan pendidikan berhak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2). (2) Perlakuan tidak adil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.tidak memberi izin kepada guru untuk membentuk dan/atau menjadi pengurus atau anggota organisasi profesi;
b.tidak membayar gaji dan tunjangan guru sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan perjanjian kerja;
c.tidak membayar gaji dan tunjangan selama guru tidak melaksanakan tugas untuk memperjuangkan hak-haknya demi kemajuan pendidikan;
d.tidak membayar gaji dan tunjangan selama guru tidak melaksanakan tugasnya atas rekomendasi dokter karena sakit;
e.melakukan tindakan yang bersifat pembalasan terhadap guru yang memperjuangkan hak-haknya dalam batas kewajaran dan ketentuan perundangan yang berlaku;
f.menugaskan guru pada hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah tanpa membayar uang lembur;
g.tidak memberikan peluang bagi guru untuk mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 butir c;
h.melakukan diskriminasi dalam pemberian hak profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2);
BAB XI.
GURU TIDAK TETAP
Pasal 32
(1) Untuk mengatasi kekurangan guru tetap yang bersifat sementara Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, dapat mempekerjakan guru tidak tetap berdasarkan perjanjian kerja.
(2) Guru tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan guru yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi profesi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada pasal 7 atau guru yang sudah memenuhi kualifikasi akademik tetapi belum memenuhi kompetensi profesi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada pasal 7.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur hak, kewajiban, dan masa kerja guru tidak tetap.
(4) Masa kerja guru tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama-lamanya 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa tugas.
BAB XII.

ORGANISASI PROFESI
Pasal 33
(1) Badan hukum organisasi profesi guru beranggotakan guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dan Pasal 25 ayat (4).
(2) Guru dapat membentuk dan menjadi anggota dan/atau pengurus badan hukum organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai wadah untuk peningkatan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan/atau pengabdian.
(3) Setiap guru yang mendapat Sertifikat Profesi Guru yang bernomor register unik dari Departemen sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (4) tidak wajib menjadi anggota badan hukum organisasi profesi guru.
(4) Kegiatan guru dalam organisasi profesi tidak boleh mengganggu pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan kewajiban yang bersangkutan.
(5) Pembentukan badan hukum organisasi profesi guru, keanggotaannya, dan kegiatannya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika.
(6) Badan hukum organisasi profesi guru dapat menarik iuran dari anggotanya yang diatur dalam anggaran dasar badan hukum organisasi profesi guru.
(7) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberi bantuan pada badan hukum organisasi profesi guru dalam bentuk hibah.
Pasal 34
Organisasi Profesi Guru mempunyai fungsi sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a.Mempertinggi kesadaran guru untuk memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kualitas profesionalnya sebagai agen pembelajaran;
b.Mengatur ketentuan tentang pendidikan profesi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 butir c dengan memperhatikan pertimbangan dari Departemen;
c.Memberikan pertimbangan kepada perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (2);
d.Mengembangkan, menegakkan, dan memberi sanksi atas pelanggaran terhadap kode etik profesi guru;
e.Menerbitkan jurnal ilmiah di bidang pendidikan yang persyaratannya setara dengan persyaratan jurnal ilmiah pendidikan tinggi;
f.Memperjuangkan pemenuhan hak-hak guru dan mendorong terlaksananya kewajiban guru;
g.Memperkuat kedudukan, wibawa, dan martabat guru;
h.Membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi guru secara bilateral dan multi lateral baik pada tingkat regional maupun internasional;
BAB XIII.

KODE ETIK PROFESI GURU DAN DEWAN KEHORMATAN PROFESI GURU
Pasal 35
(1) Kode etik profesi guru disusun oleh badan hukum organisasi profesi guru.
(2) Kode etik profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma-norma etika yang mengikat perilaku guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya sebagai agen pembelajaran di tengah masyarakat.
(3) Penyusunan kode etik profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar badan hukum organisasi profesi guru.
(4) Rumusan kode etik profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau asas kepatutan dipandang dari sisi etika kemasyarakatan.
Pasal 36
(1) Dewan Kehormatan profesi guru dibentuk oleh badan hukum organisasi profesi guru dan keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar badan hukum organisasi profesi guru tersebut.
(2) Dewan Kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik profesi guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik profesi guru kepada badan hukum organisasi profesi guru.
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar badan hukum organisasi profesi guru serta peraturan perundangan yang berlaku.
(4) Badan hukum organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB XIV.
SANKSI
Pasal 37
(1) Guru yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Guru ikatan dinas yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian ikatan dinas dapat dikenai sanksi administratif, denda, dan/atau pidana sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) bagi guru dapat berupa salah satu atau lebih dari bentuk-bentuk sanksi sebagai berikut:
a.teguran;
b.peringatan tertulis;
c.penundaan pemberian hak guru;
d.penundaan kenaikan pangkat;
e.penurunan pangkat;
f.pencabutan sertifikat profesi guru untuk kurun waktu tertentu;
g.pengembalian biaya pendidikan ikatan dinas bagi guru ikatan dinas;
h.pemberhentian dengan hormat; dan
i.pemberhentian tidak dengan hormat.
(4) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik profesi guru dapat dikenai sanksi oleh badan hukum organisasi profesi guru sebagaimana diatur di anggaran dasar badan hukum organisasi profesi guru dan kode etik profesi guru.
(5) Guru yang menerima sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4), mempunyai hak membela diri.
(6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak boleh dipublikasikan.
Pasal 38
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) dikenakan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.teguran;
b.peringatan tertulis;
c.pembatasan ijin penyelenggaraan satuan pendidikan;
d.pencabutan ijin penyelenggaran satuan pendidikan.
BAB XV.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
(1) Warga negara Republik Indonesia yang memenuhi kualifikasi akademik substantif dan kompetensi substantif sebagai agen pembelajaran di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang menolak melakukan wajib kerja sebagai guru untuk mengatasi kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (1) dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Setiap individu atau sekelompok individu yang tidak memberi izin bagi guru untuk membentuk dan/atau menjadi pengurus atau anggota organisasi profesi guru sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (2) dapat dikenai hukuman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Pasal 40
(1) Setiap individu atau sekelompok individu yang bertanggungjawab membayar gaji guru tetapi tidak melakukannya ketika guru tidak melaksanakan tugas untuk memperjuangkan hak-haknya seperti dimaksud pada Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 dapat dipidana kurungan selama-lamanya 12 (dua belas) bulan dan/atau denda sebanyak sepuluh kali lebih besar daripada gaji yang tidak dibayarkan.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim menjatuhkan putusan untuk pembayaran gaji guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan segera.
Pasal 41
(1) Setiap individu atau sekelompok individu yang menugaskan guru pada hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah tanpa memberikan uang lembur sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi denda sekurang-kurangnya dua kali dari uang lembur yang harus dibayarkan.
(2) Selain sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim menjatuhkan putusan untuk pembayaran uang lembur guru dengan segera.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penugasan guru untuk mengikuti upacara resmi di tingkat Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 42
(1) Setiap individu atau sekelompok individu yang bertanggungjawab memberikan perlindungan rasa aman bagi guru, tidak melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 dikenakan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 12 (dua belas) bulan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Setiap individu atau sekelompok individu bertanggungjawab untuk melakukan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan profesional guru di satuan pendidikannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 butir b dan tidak melaksanakannya, dikenakan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 43
(1) Setiap individu atau sekelompok individu yang tidak membayar gaji guru sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) dikenakan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sekurang-kurangnya dua kali dari gaji yang harus dibayarkan.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim menjatuhkan putusan untuk membayarkan gaji guru bersangkutan dengan segera.
Pasal 44
Setiap individu atau sekelompok individu yang melakukan diskriminasi dalam penetapan gaji sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) dikenakan hukuman pidana penjara selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
BAB XVI.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepegawaian, penggajian, dan ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB XVII.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Pada saat Undang-undang ini diundangkan:
a.Pemerintah menetapkan syarat-syarat penyelenggaraan program pendidikan profesi guru selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
b.Pemerintah menyelenggarakan atau menfasilitasi penyelenggaraan sekurang-kurangnya 1 (satu) program pendidikan profesi guru di setiap provinsi yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan ketentuan perundangan yang berlaku, selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
c.Pemerintah menyelenggarakan atau menfasilitasi penyelenggaraan sekurang-kurangnya 70 (tujuh puluh) program pendidikan profesi guru di seluruh Indonesia yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan ketentuan perundangan yang berlaku, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (dua) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
d.Guru tetap yang memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya Sarjana 1, Diploma IV, atau yang disetarakan wajib memiliki sertifikat profesi guru sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (4) selambat-lambatnya 7 (tujuh) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
e.Guru tetap yang memiliki kualifikasi akademik Diploma III atau yang disetarakan wajib memiliki kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2) dan memiliki sertifikat profesi guru sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (4) selambat-lambatnya 10 (sepuluh) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
f.Guru tetap yang memiliki kualifikasi akademik Diploma II atau yang disetarakan wajib memiliki kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) dan memiliki sertifikat profesi guru sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (4) selambat-lambatnya 12 (dua belas) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
g.Guru tetap yang memiliki kualifikasi akademik di bawah Diploma II atau yang disetarakan wajib memiliki kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) dan memiliki sertifikat profesi guru sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (4) selambat-lambatnya 15 (dua belas) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
h.Menteri menetapkan syarat-syarat kesetaraan dengan ijazah Diploma IV, Diploma III, dan Diploma II selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
i.Menteri memprakarsai dan menfasilitasi pendirian badan hukum organisasi profesi guru yang memenuhi persyaratan Undang-undang ini selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini;
j.Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan memenuhi ketentuan Pasal 16 selambat-lambatnya 15 (lima belas) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini.
k.Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan memenuhi ketentuan 32 ayat (2) selambat-lambatnya 15 (lima belas) tahun setelah ditetapkannya Undang-undang ini.
Pasal 47
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Jakarta, ………………. 2005


Presiden Republik Indonesia